name='rating'/> Narathiwat dan Moge
Oleh. Hisnindarsyah

Entah mengapa, ditengah keprihatinan umat Islam yang berujung simpati besar besaran bagi muslim NZ, tiba tiba aku teringat dengan kota yang terletak di thailand Selatan : Narathiwath

Kebetulan kota itu, berada di perbatasan Malaysia sebelah utara, tepatnya di atas Negara Bagian Kelantan, sekitar 150 km dari Kota Bharu: ibu kota Kelantan.

Tak terasa delapan tahun telah berlalu. Seperti baru kemarin saja, aku mengikuti Fellowship program Emergency Medicine di University Sains Malaysia( USM) Penang Malaysia. Khusus Hospital nya ada di Kota Bharu Kelantan.

Saat itu, Ramadhan baru masuk minggu ke 2 tahun 2011. Teman baikku, Dr Hafizi, seorang Letnan Kolonel AD Malaysia yg menempuh pendidikan Emergensi di Unit Kecemasan HUSM, mengajakku refreshing.Dia mengajakku menyebrang di Narathiwath, Thailand Selatan.
Bayang bayang huru hara dan pemberontakan muslim pada pemerintah Thailand, langsung tertancap dibenakku. Tapi dia meyakinkanku, aman saja jika kita kesana.

Bismillah, di hari sabtu dini hari setelah sahur kami betangkat. Tepat pukul 06.30, kami menyusuri jalanan Kelantan, negara bagian yang dimenangi oleh PAS: partai oposan pemerintah, lawan dari UMNO yang di pimpin Dato Najib Razak. 

Dan yang membuat ini jadi sesuatu banget, adalah karena kami menyusurinya dengan MOGE alias Motor Gede. Harley davidson yg entah ber cc berapa, datang bersama DR hafizi, menjemputku di tempat koskosanku.

Ampuunn, perjalanan 1.5 jam menuju ke perbatasan kelantan- Narathiwath serasa berjemur ditengah terik padang masyar. 
Dan mendadak, sedang serunya menderu dengan MOGE HD, tiba tiba cuaca berubah mendung. Turun lah hujan. Meski sempat, berteduh tak urung basah kuyup juga.
Mana aku saltum: tidak pakai jaket, karena memang , tidak punya.
Sejak itu, dalam hatiku berjanji, seberapa banyak uang yang aku punya, tidak akan aku mau beli MOGE : panas kepanasan, hujan kehujanan, mahal lageee. Hehehe...
Tapi kalo ada yang minat memberi dengan percuma, ah bolehlah hahaha.

Sampailah akhirnya kita diperbatasan,setelah melalui perjuangan berpanas dan berbasah ria. Perbatasan itu namanya daerah Rantau Panjang. Daerah yang mirip dengan pedesaan yang ada di Jawa. Masih asri, hijau tapi penuh lalu lalang bus, mobil dan sepeda motor yang menyeberang. 

Kami rest sejenak di mesjid yang bernuansa Tiongkok. Masjid Beijing namanya. Mesjid ini cukup bersih, keren dan bernuansa merah. Lumayan lah, kami bisa bersholat dan menikmati kesegaran air wudhu disana. Sayangnya , tidak bisa minum walau seteguk. Maklum puasa sudah minggu ke 2, sayang sayang pikirku jika harus batal puasa.

Lalu perjalananpun berlanjut, melewati pos penjagaan, membayar administrasi yang aku lupa berapa nilainya. Dan akhirnya kita bisa melanjutkan perjalanan. 

Kita menyeberangi jembatan kecil yg cukup panjang. Diatas aliran yang melalui sungai: Sungai Golok - Narathiwath, namanya. Entah kenapa disebut dengan sebutan demikian. Mulailah dikawasan itu kami disambut dengan tulisan indomie,: kriting,miring ,mirip huruf Jawa Kuno, yang aku juga bingung membacanya hehehe.

Narathiwat (bahasa Thailand: นราธิวาส) adalah nama sebuah kota yang sekaligus juga ibu kota sebuah provinsi (changwat) Thailand selatan. Juga ada Provinsi Yala dan Provinsi Pattani. Narathiwat adalah salah satu dari tiga provinsi Thailand yang mempunyai jumlah umat Muslim yang besar. Kebanyakan daripada mereka beretnis Melayu.
Dan ternyata mereka sangat luar biasa ramah, persis dengan suku suku di Jawa tengah. Harga makanan sangat murah, dan mereka sangat wellcome pada pendatang. Tapi yang aku memang agak heran, dengan kualitas penduduk yang ramah seperti ini, daerah ini sejak 4 Januari 2004 telah menjadi tempat terjadinya konflik antara pemerintah Thailand dan para separatis Muslim. Rasanya sangat tidak mungkin, mereka akan menjadi separatis, jika tanpa sebab yang jelas. 

Jumlah penduduk provinsi Narathiwat hingga 2000 adalah 662.350. Saat tahun 2011 telah meningkat menjadi 2.3 juta orang.
Provinsi Narathiwat terbagi menjadi 13 kawasan administratif (Amphoe), 77 daerah swapraja/komunitas (tambon) dan 551 kampung (mubaan).

Sungguh, bayangan mencekam tentang konflik menjadi sirna, ketika melihat keteduhan suasana dan ketulusan para penduduknya. Memang untuk masuk,keamaan cukup ketat. 
Sepanjang jalan dari perbatasan Thailand-Malaysia, yaitu Sungai Kolok - Narathiwat atau sebutan lokalnya Naro, tak kurang tujuh pemeriksaan tentara di sepanjang jalan raya empat jalur sejauh 60 kilometer itu.
Tentara dan mobil patroli dapat ditemui di mana-mana, dan setibanya di kota provinsi itu lebih banyak dari otoritas yang menggunakan, setiap lebih dari 10 meter, seorang tentara yang menggunakan senapan, memerhatikan setiap saat lalu orang dengan tampang cukup angker. 

Demikianlah kehidupan sehari-hari di daerah yang rawan seperti Thailand Selatan.
Namun demikian, masalah ini tidak berlaku bagi warga Narathiwat yang merupakan mayoritas umat Islam yang memulai kegiatan rutinnya. Perdagangan sehari-hari berjalan seperti biasa, pasar tetap penuh dengan penjual dan pembeli, rumah-rumah makan tak pernah sepi pelangan, karena turis sangat meminati masakan Muslim Thailand yang dikenal enak.

Hubungan antara pemerintah Thailand khusus provinsi Selatan dengan tetangga paling dekat, Kelantan (Malaysia) dikenal sangat akrab, setiap kali mengadakan acara penting di wilayah yang diundang oleh Kelantan. Begitu juga sebaliknya.

Bahkan, ketika aku sempat beristirahat di Masjid Ahmadiah Sungai Golok Narathiwat, Imam Masjid Muhamad Mirza Gutrep menjelaskan bahwa Sultan Kelantan YDA Sultan Ismail Petra dan putra mahkonya Tengku Muhammad Faris yang nantinya bergelar Sultan Muhammad V serta Mentri Besar Nik Aziz bin Muhammad; Politikus PAS sekaligus tokoh spiritual Kelantan, sangat populer disana. Bakan secara rutin, Sultan Ismail Petra dan Pangeran Tengku Faris, sangat aktif membantu hampir seluruh masjid dan madrasah di Narathiwath. Pengaruh Sultan Kelantan sangat besar, sehingga sempat ada kecurigaan, memanasnya konflik karena dukungan dari Kelantan, walau tidak pernah terbukti.

Sebagai bentuk upaya mengurangi ketegangan hubungan , dibuatlah berbagai acara seperti perlombaan perahu naga di sungai Naro yang mengikut sertakan Thailand dan Malaysia. Indonesiapun beberapa kali ikut pada kegiatan tersebut. 

Dalam acara ini, berbagai tanaman dan buah-buahan di pamerkan. Thailand memang sangat maju dalam bidang teknologi pertanian.
Makanya jika kita jalan jalan ke Bangkok, pasti tukang ojek yang disebut Tugtug: becak tradisional bangkok, akan membawa keliling ke tukang kain, terutama sutra. Bahkan daun makanan ulat sutera juga dibuat jus minuman yang berkhiasat untuk dijual dan ditampilkan di acara ekspo.

Mayoritas wanita di kota ini berjilbab. 
Provinsi Narathiwat, seperti halnya provinsi lain di wilayah Selatan seperti Pattani dan Yala, termasuk penduduknya adalah Muslim yang taat. sementara lelaki lebih banyak menggunakan songkok (kopiah) putih.

Di kota Narathiwat, dapat dilihat dua bentuk papan nama, kedai kepunyaan Muslim mempublikasikan wanita berjilbab, sementara kedai kepunyaan non Muslim biasanya terlihat si penjaga wanitanya tak berjilbab dan pakaian minim.

Yang menarik, 3 masjid yang saya masuki , semuanya masjid Ahmadiah. Nampaknya mereka sangat memegang teguh pada aliran Lahore bukan Qodiyani, sehingga menganggap Mirza Ghulam.Ahmad sebagai pemimpin tertinggi dan kalifah,meski bukan nabi setelah Rasululloh SAW. Aku tidak ingin membahas tentang ajaran Ahmadiyah, tapi yang aku lihat, mereka sangat humble, ramah, dan masjidnya sangat bersih: ber AC, kapet tebal dan memiliki kamar bagi musafir muslim. Gratis. Ini yang luar biasa. Dan menurut Imam Gutrep, ini adalah amanah Sultan Kelantan, untuk memuliakan tamu sesuai Sabda Rasullolah SAW.

Tapi yang aku 'amazing', setelah aku selesai sholat tarawih, disekitar masjid sudah berkeliaran wanita-wanita yang berbaju minim, menawarkan jasa pijat yang sangat murah. 300 bath alias 90 ribu rupiah. Dan tak jauh dari masjid, tampak sebuah karaoke yang bertuliskan: Karaoke Dangdut Indonesia. Awesome. Dan menurut Imam Gutrep yang mendampingi, inilah bagian dari deislamisasi di kawasan Thailand Selatan, yang membuat kaum muslim, sebagai minoritas, menjadi terusik.

Narathiwath, kota muslim yang penuh perjuangan untuk mempertahankan nilai nilai ke Islaman di Thailand.
Alhamdulillah, aku sempat berbuka puasa Ramadhan di sana, yang entah kapan lagi, aku dapat kesana. Semoga semangat menjaga aqidah dan ukhuwah Islamiyah senantiasa terjaga. Aamiin Ya Alloh. 

Dan....
Semoga aku bisa datang kembali, dan tentunya tidak dengan MOGE. Cukup sekali saja aku naik MOGE: selama di narathiwath. Dan jika ada yang mau memberiku MOGE, aku terima dengan senang hati. Sebagai koleksi, bukan sebagai tumpangan bergengsi. Kuatir kulitku jadi hitam wkwkwkek.

Kaphun Krap, I Love Narathiwath

Surabaya 20 maret 2019

Reposting di Bumi gurindam 30.01.2021
#dokterGeJekangentraveling
#belumkenalblangkon


0Comments

Previous Post Next Post