name='rating'/> Bareng ngaNU, nonton pilem India
Tumben juga koq aku berpikir. 
Dan mendadak ' senang' berpikir. 
Berpikir tanpa merengut, beban berat dan berwajah menderita.

Apa yang aku pikir?
Kalau dipikir pikir, NU itu seperti Film India.
Loh koq bisa? Apa buktinya? 
Film India itu, kalau senang, pasti joget nari. 
Sedih punjuga , yo  joget nari.
Pakai berayun di pohon, bergayut di selendang.
Romantis.❤❤❤

Orang NU pun demikian.
Senang , bahagia, ya sholawatan, ngaji, tahlilan
Sedih pun yo sholawatan,ngaji,  tahlilan. 
Selalu ramai. Selalu bersama.
Pokoknya kumpul. 
Mau Senang atau mau sedih , pasti selalu ada suguhan wedang kopi, jahe, camilan kacang goreng, jagung rebus  dan 'udut'.
Its so romantics gaeesss. 😄😄❤❤

Kesedihan dan kebahagiaan bagi jamiyyah nadhdiyyin itu hanya romantika rutinitas yang biasa biasa saja.

Sehingga canda, tawa , gojlok gojlokan , saling bully bagi para jomblowers atau saling ' sikat' pasukan "wani mati, wedi wajan karo suthil"( pasukan berani mati, takutnya cuma sama wajan dan suthil), selalu jadi dialektika kebersamaan yang membahagiakan.

Praktis, orang NU ngga pernah susah , sedih dan menderita yang TERLALU. 
Karena merasa sadar , bahwa dunia ini hanya halte sementara , menunggu bus yang membawa mereka ke tujuan akhir nantinya. Yaumil Hisab.

Jadi  bisa dipastikan orang yang sering sambat ( mengeluh) pada manusia, suudzhon, penuh emosi, mudah marah, mudah mencaci , mudah menjelekkan, hobby mencari lawan, enggan berkawan, pasti bukan orang ngaNU. Atau  bisa jadi ,  orang ngaNU yang levelnya paling bawah. 

Mengapa? Karena selera humornya rendah.

Orang ngaNU itu, semakin tinggi maqom derajatnya, sampai level ma'rifat misalnya, semakin cerdas berhumor. 
Tapi humor yang cerdas, berkualitas dan punya daya getar. Humor yang menggetarkan ruh kemanusiaan sekaligus berketuhanan, istilah kerennya. 

Bukan sekedar  nyindir dan nyinyir.

Karena humor yang dikemas dengan  beradab dan beretika,  menunjukkan kecerdasaan seseorang dalam memahami hubungan antar sesama  manusia dan antar manusia dengan Tuhannya. 

Jadi kalau mau naik level ke-ngaNU-annya , maka naikan level berhumor kita. Jika tidak, kita akan terjebak dalam potensi konflik, karena kurangnya pemahaman akan nilai kebangsaan, kemanusiaan dan keTuhanan.  

Dan Almagfurlloh KH Abdurahman Wahid atau  Gus Dur salah satu buktinya tingkat kemarifatan NU , yang ngaNu nya berhumor supercerdas. Al fatihah.

Wong aku saja pernah diprank Kyai Besar koq. 

Tapi abaikan saja semua ini.  
Karena ini bukan hal penting.
Mendadak saja pengen mikir yang ngga penting. Tapi bikin hepi dan anti ' otak miring'. 

Hahaha.

Menunggu magrib di tempat mendekam
Bumi Gurindam 28.01.2021

#edisisebelumjadidokterGeJeblangkonputih
#daridulusudahGeJe

0Comments

Previous Post Next Post