name='rating'/> Puisi Gering
Tiba tiba saja semburat lembayung  menyadarkan aku dari lamunan
Dititah langgam alun gamelan yang membawakan kidung smaradahana
Memanggil layaknya hati yang sedang kasmaran
Karena rindu pada lenggok penari bondan 
Tak lagi tertahan

Bergegas aku meniti kali
Mengejar waktu sampai di titian sana
Bertemu dengan sahabat
Bercerita tentang sang penari bondan 
Yang akan diperistri juragan tanah
Pemilik persil legok ratusan hektar  
Yang dikangkanginya sendiri
Aku kuatir sang penari bondan hanya akan digagahi atas nama akta resmi
Lalu ditinggal pergi
Layaknya tanah negeri ini. 

Kulihat di televisi
Seorang lelaki tua menyimpan banyak istri
Yang banyak istri menyimpan harta korupsi
Harta korupsinya  dibagi-bagi hepi hepi
Dan ada juga yang dimakan sendiri tak dibagi

Kulihat mata telanjang
Para penari berlenggak lenggok
Di karpet merah yang terhampar megah 
Para pesohor memamerkan lekuk tubuh
Tas,  sepatu, dan beraneka rupa gelang, kalung, anting yang tak mampu terbeli jutaan rakyat negeri ini

Ah ada si penjual minyak wangi keliling 
Ia pun tak mau kalah
Gayanya flamboyan
Mengikuti gerak angin
Langkahnya sangat pasti

Pasti bulan depan tersandung hutang lagi
Pasti bulan depan dikejar debt colector lagi
Pasti bulan depan diusir dari rumah lagi
Paling tidak sang istri tak lagi membuka pintu rumah 
Karena marah , tali behanya   sudah kendor dan bolong bolong
Tak juga dibelikan lagi

Tapi sang penjual minyak wangi tetap flamboyan
Karena dia tak makan uang setan!
Uang yang didulang dengan cara haram.

Kata orang negeri ini bagai peri cantik
Sayapnya emas, tubuhnya berkilau, meyilaukan
Berjajar dari Sabang hingga Merauke
Menjadi pemikat orang untuk datang berkenalan

Paradoks dan ironi

Kini anak bangsa tak lagi peduli
Mereka hanya mementingkan diri sendiri
Tak mau lagi berkawan dengan anak negeri sendiri
Gayanya entah kebarat , kadang ke timur
Utara dan selatan mereka comot saja
Meniru tarian kuda
Bahkan terang-terangan menghina budaya sendiri
Mana mau peduli
Pada reog, wayang orang, ludruk dan jaipongan? 
Budaya luhur itu sekarang hanya jadi budaya 
di lampu merah dan trotoar jalan
Jangan tanya lagi, bagaimana nasib sang seniman..
Mereka....ah. sudahlah.

Tengok sajalah 

Mereka, anak dan keluarga saudagar para sultan
Tak lagi hidup sederhana
Mereka tak perduli lagi akan kesantunan bangsa
Yang penting aku senang , aku menang
Persetan orang susah
Yang penting asyik asyik asyik!.

Jika sudah seperti ini
Tak perlu nanti mereka menjerit-jerit ketika warisan bangsa diakui oleh negara lain
Tak perlu marah
Tak perlu sok jadi pahlawan kesiangan 

Karena ketika ibu pertiwi sudah menangis
Mereka tak perlu mencium kakinya
Tak perlu meminta maaf
Karena maaf telah lepas
Bersama dengan budaya yang telah habis terkikis dan tertindas
Oleh keangkuhan, keegoisan dan kerakusan

Mungkin saja
Kita tengah menunggu
Menunggu sebuah kehancuran
Karena budaya bangsa terus tergerus 
Dan tersingkirkan.

Sedang 'gering', 12.06.2021

BukandokterGeJe

Terimakasih untuk para seniman Sanggar Putra Taman Hirra eks seniman THR surabaya yang tinggal cerita dan jadi legenda.

Semoga ki ageng Sugeng Rogo bersama seniman lainnya tak pupus menjaga marwah budaya bangsa melalui seni wayang orang, ludruk,  Reog dan lainnya. 
Tetap istiqomah dan semangat.

Karena Budaya adalah Kepribadian bangsa.

( Baksos  YBSI Peduli Seniman masa pandemi, sabtu berkah 11.06.2021. Rusunawa Keputih.)


0Comments

Previous Post Next Post