Suatu hari. Saat masih kelas 3 SD. Tiba tiba saja , rombongan tim medis puskesmas Cipulir, mendadak datang.
Aku sebagai ketua kelas, duduk paling depan. Langsung pucat pasi. Karena mendengarkan dengan jelas. Apa tujuan mereka datang hari ini.
Bahwa hari ini ada imunisasi Cacar. Diberilah kesempatan bertanya. Pertanyaan bermacam macam. Aku mengacungkan tangan dan bertanya. " Imunisasi cacar ini caranya bgmn? , apa dengan cara disuntik? ". Dengan jelas tegas dokter wanita keriting berwajah ambon manise menjawab, " iya disuntik. Tapi tidak sakit. Hanya seperti digigit semut".
" Digigit semut? iya kalau ada gula ada semut. Kalau semut rangrang, atoooohhh sakit itu mah", pikirku.
Sungguh. Aku lebih baik disuruh seminggu membersihkan wc sekolah yg pesingnya minta ampun. Atau lari keliling sekolah 7 kali. Suatu olahraga yg paling aku " ogah banget". Daripada harus disuntik.
Entah mengapa, buatku dari dulu, suntik dan film horor, adalah aktivitas yang paling menyeramkan. Dan itu berlangsung sampai sekarang. Sudah setua inipun. Aku paling anti dengan suntik. Dan hantu, kalau memang ada dan mewujud hehehe.
Jadi bisa terbayang, saat SD itu, ketika aku akan disuntik, aku ijin ke belakang. Mau pipis dulu. Pergi ke toilet, pipis sebentar. Lanjut keluar pintu belakang. Naik pagar sekolah . Dan kabuuuurrrrrrrrr hahahaha.
Sampai dirumah, ibunda tercinta yg sabarnya melebihi Dewa syiwa,( hahaha) bertanya kenapa pulang cepat?
Susahnya, aku sulit bohong. Aku bilang, ada suntik cacar. Lho, terus sudah disuntik, tanya ibunda. Aku jawab " Belum". Kenapa? " takut sakitnya kayak digigit semut rangrang", jawabku Dan muncullah omelan bagaikan mitraliur perang sepuluh nopember dari ibundaku yang cantik.
Aku hanya diam dan berdoa, apapun omelan ibundaku, aku tabah menerima. Asal, jangan dibawa balik ke sekolah untuk disuntik. Ampuuunn dah.
Saat khitanpun demikian. Perlu intimidasi yang sangat kuat , sehingga ada jaminan, khitan tanpa disuntik. Hahaha. Karena hal itu ,mustahil. Akhirnya, akupun dikhitan oleh mantri Made. Tanpa injeksi, tapi tidak sakit. Lupa aku metode apa yang dia pakai hehehe.
So, kalo sekarang aku jadi dokter, jangan berpikir muluk muluk alasannya. Karena profesi dokter mengabdi pada masyarakat. Dokter profesi mulia. Dokter banyak duitnya. Dokter itu keren. Oh nooooo.
Bukan itu.
Aslinya, aku menjadi dokter, sekedar supaya aku bisa mengobati diriku sendiri. Tanpa suntik, operasi atau infus.
Setidaknya, aku punya ilmu Ngeles alias menghindar ketika diuber untuk diinfus atau disuntik.
Ternyata, motivasi yang simple saja, asalkan kita focus, membuahkan hasil. Jadilah aku seorang dokter. Alhamdulillah.
Dan memang dalam perjalanannya, nilai nilai mulia profesi dokter akhirnya, bisa aku rasakan dan aku jalani hampir 24 tahun ini.
Tapi tetap kalau urusan infus dan suntik, aku paling " anti".
Sehingga ketika seminggu yang lalu, aku kurang sehat. Aku obati diriku sendiri. Dan gagal. Terlihat aku yang tetap semangat, tapi wajah tampak lelah dan kurang sehat.
Bigboss nerasakan itu, dan perintah diluncurkan. Tanpa bisa ditolak. Akupun pasrah dirawat dan diinfus. Hiks.sumpah tersiksa. Itupun aku masih ngetik , ngecek peneitian dan lain lain. Dengan tangan terinfus.
Dan hari inipun, kembali aku " sok berani" untuk menjadi pendonor darah dalam rangka HUT Kowal 2019 di RS Marinir Cilandak. Maklum, lichtingku , Letkol dr Sundari spPK sebagai ketua panitia, menawari. Untuk mencukupkan jumlah pendonor agar memenuhi target.
Lalu aku menolak? Gengsi doong. Dan akhirnya , aku jadi pendonor darah. Yang bukan karena senang donor, atau membantu PMI atau mengikuti slogan PMI yang berjargon setetes darah anda, bermanfaat bagi sesama.
Tapi aku jadi pendonor, karena malu dengan kowal kowal yang berebut jadi pendonor. Ini urusan gender. Kemachoanku dihadapan Kowal , harus tetap terjaga dan tercipta. Walau aslinya atooohhhh mak disuntik lagggiiii. Ampuuuuuunnn pelatih. Hahaha.
28.11.2019 bumar Cilandak
Salam dari dokter GeJe
😁😁😁👍🏻👍🏻🙏🏻🙏🏻
Post a Comment