name='rating'/> Sibuk Mengintip, Terjebak Minder
Aku, terlalu sibuk melihat dunia orang lain. Sampai lupa kalau aku juga punya duniaku sendiri.

Aku sering membanding. Ingin memiliki keluarga seharmonis dia, memiliki prestasi sehebat dia, memiliki pasangan sebaik dia, memiliki kesempatan berkarir seluarbiasa dia. 

Dia, siapapun itu yang sedang kubandingkan dengan diriku  telah melelahkanku. Melemahkanku. Membuatku sibuk ,sampai lupa untuk memeluk diriku sendiri yang ternyata sedang berjuang untuk menjadi diri sendiri.

Padahal aku, dirimu dan kita adalah sebuah perjalanan hidup.

Setiap langkah untuk mencapai cita dan cinta adalah sebuah perjalanan. 

Kendali ada di tangan kita.Yang akan membawa  harapan-harapan sampai pada tujuannya. 

Padahal , seiring berjalannya waktu.  Dan andai mau membuka mata. Aku akan banyak belajar dari orang lain. Menemukan sesuatu yang bisa dipetik dari kehidupan orang lain. Namun, bisakah  untuk tidak terlena pada kehidupan orang lain tersebut?

Yang seringkali dialami adalah aku dan kita , terlena. 

Begitu menyanjung kehidupan orang lain. Yang kita tidak pernah tau, bagaimana prosesnya.  Padahal kita sendiri sedang dalam proses belajar, membawa harapan sampai pada tujuan. 

Jika aku dapat fokus untuk tidak ribet pada kehidupan orang lain, justru aku dapat fokus untuk menemukan titik lemah dari diriku 


Diatas langit akan selalu ada langit. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, cerita hidup setiap orang, pasti berbeda. Dan hidup tetap berjalan. The show must go on.

Memang membandingkan diri dengan orang lain, kadang sulit dihindari. 

Tapi seringnya , aku ‘terjebak’ pada kehidupan orang lain , yang tidak seutuhnya kuketahui.

Memang sudah menjadi kodrat manusia untuk selalu ingin lebih unggul dari orang lain. Sayangnya, kehadiran orang di sekitar, idola di luar sana, dan orang-orang yang  dikagumi justru jadi bumerang yang  membuat rasa  inferioritas.

Di media sosial pun , tanpa aku  sadari, selalu  membandingkan seberapa banyak comments, likes, followers dengan orang lain. Hehehe. Suatu tindakan konyol. Tapi itulah aku. 



Membandingkan diri dengan orang lain, memang bisa  membuat  termotivasi untuk menjadi lebih hebat. Tetapi pada waktu yang bersamaan, kita juga merasa tidak sebaik pencapaian hidup yang dialami orang lain.

Seharusnya aku percaya bahwa masing-masing dari kita memiliki waktunya sendiri untuk berhasil.

Sayangnya, aku cenderung menyamakan alur hidup dengan orang yang aku pandang hebat. Punya banyak prestasi, aktif organisasi, berteman banyak bahkan sampai lintas negara, punya kesempatan beasiswa untuk studi lanjut, bekerja di perusahaan ternama, punya kesempatan menikah dengan orang terpilih dan memiliki anak, dan kebahagiaan-kebahagiaan lain yang tidak kita tahu sepenuhnya.

Padahal hanya diri sendiri yang mampu mengelola hati seberapa ingin kita fokus untuk mengembangkan diri. 

Sesungguhnya,  semakin kuat nafsuku  membandingkan diri dengan orang lain, semakin besar peluangku untuk kehilangan diri sendiri.

“Comparison is the death of joy.” -Mark Twain

Membangun hubungan positif dengan orang lain mungkin mudah saja. Namun, apa kabar dengan membangun hubungan baik bersama diri sendiri? Dengan berhenti menjatuhkan dan meremehkan diri sendiri karena belum bisa berhasil seperti orang lain?  

Andai aku mau membandingkan diri itu antara diriku yang sekarang , dengan diriku yang dulu. Maka tentunya, aku jadi makhluk yang bersyukur. Dan inilah proses pendewasaan itu. Sayangnya, aku belum dewasa juga. 

Tidak ada pekerjaan yang lebih sulit daripada menjadi diri sendiri.


Sungguh melelahkan, jika menjadi orang lain. Padahal, apa yang tampak dari orang lain, hanya permukaan saja.  Aku tak pernah tau betapa keras upaya sampai menjadi seperti saat ini.

Semua itu ada baiknya di lakukan tanpa melawan takdir, tanpa mengutuk diri, dan tanpa meratapi ‘rumput sendiri yang tidak lebih hijau dari rumput tetangga’. 

Kita punya kekuatan diri masing-masing.Jangan bandingkan dirimu dengan siapapun. Pasti Lelah. Dan aku sudah belajar untuk menghentikan itu semua. Mengganti rasa iri hatiku dengan syukur yang tak terkira. Bantu aku, menjadi manusia yang bersyukur ya sahabatku.

Terimakasih atas support dan dukungan yang diberikan padaku dan kami sekeluarga.
Sehingga kami seperti ini adanya. 
Jazakumulloh khoiron. Alhamdulillah .

#edisilelahmenjawabwatentangcovidyangituitusaja

Selamat hari dokter Indonesia 2020 

27.10.2020. Istana Giri Midianto
Hisnindarsyah

0Comments

Previous Post Next Post