name='rating'/> Hari itu sabtu tanggal 27 Februari 2021
Tak mungkin bisa aku lupakan. Karena di hari itu, aku ditasbihkan menyelesaikan jenjang strata S3 di bidang Manajemen Strategik. Sesuatu titik nadir yang mungkin biasa saja bagi orang lain . Dan mungkin pun buat diriku. Yang belum sadar , ada sesuatu yang berubah. 
Kecuali salah satu kalimat yang dilontarkan Ketua STIESIA DR Nur Fajrikh Asyik MM.M.Akn. " Seorang Doktor , harus berhati hati dalam memilih kata dan kalimat. Karena bisa jadi ' Penenang' atau bisa jadi ' Bumerang'.

Dan tepat pada hari itu. Diantara ucapan tahniah yang berdatangan di WA, Medsos maupun datang langsung, bertemu. Ada satu yang memberi ucapan dengan cara berbeda. Dari sahabat sekaligus saudaraku, yang lama tidak berjumpa. 

Tahun 1999 , aku pernah menjadi koresponden beberapa media. Satu diantara adalah majalah SUARA HIDAYATULLOH. Aku sempat menjadi penulis tak tetap. Jika sedang ' mood', aku menulis. Setelah itu lupakan.
Kecuali tentu persaudaraannya. Terutama dengan sang Redaktur Pelaksananya. Ustadz Akbar Muzakki , namanya.
Sering kami jalan bersama, berdiskusi tentang banyak hal. Yang tentunya banyak berbeda. Namun anehnya, kita tetap tidak bisa berlawananan alias berseberangan. Bahkan sampai kini. Mungkin ini yang dinamakan ukhuwah Islamiyah. 

Tapi setelah itu, kami nyaris tak pernah berjumpa lagi. Tak terasa 20 tahun kami tak saling berkabar.

Hingga di hari itu, Saudaraku Ustadz Akbar Muzakki, tiba tiba meng WA , mengucap tahniah atas yudisium. Dan mengirim sesuatu yang membuatku ' nyaris tersungkur'.
Apa itu? Tulisanku.

Tulisan yang menurutnya, tanpa sengaja ditemukannya di perpustakaan Hidayatulloh. Ya , tulisanku yang berjudul ' SANG AKTOR'.

Aku baca kalimat demi kalimat ditulisan yang diedarkan di majalah Hidayatullah,entah edisi keberapa. Yang pasti tulisan itu, aku tulis sekitar 20 tahun yang lampau.

Bak cermin bening, tulisan itu, menjadikanku, terpekur dan merenung. Nyaris terguguk. Tanpa bisa berkata kata.

Ya, tulisan ini seolah menjadi cermin perilakuku saat ini. 
Ya Alloh, ampuni aku. Mohon ampuni aku.

Hanya istigfar yang bisa aku ucapkan. 
Karena ternyata ilmuku bisa jadi semakin tinggi. Tapi rasa kemanusiaanku, telah sirna. Tenggelam oleh kesombongan, riya dan nafsu akan duniawi. 
Astagfirullohaladzhim.

Bumi Penyengat 08.03.2021. 16.15 WIB

DokterGeJeblangkonputih 
(Yang harus memperbaiki diri
Karena kebodohannya, menghamba pada dunia) 
________________________________________________

SANG AKTOR
HISNINDARSYAH
( Posting Majalah Suara Hidayatulloh tahun 2000)

Tokoh yang satu ini memang lain. 
Dia sungguh luar biasa. Betapa tidak, dia tidak hanya berprofesi sebagai dokter tetapi juga memiliki beberapa perusahaan dan bertitel sarjana ekonomi. Dia mampu menyelesaikan studi manajemen rumah sakit Jepang dan spesialis di Amerika. 
Dalam usia yang belum mencapai empat puluhan, dia telah memiliki kartu nama dengan seabreg gelar.

Selain berpraktek dari pagi hingga sore diklinik spesialis yang dikelola bersama teman-temannya, dokter ini masih sempat mengajar perkuliahan dengan mata kuliah yang berbeda,yakni mata kuliah Fisiologi Kedokteran dan amata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia.

Menurut kabar, dia merupakan salah satu dosen idola. Penampilannya yang necis, dengan gaya bicara yang simpatik, disertai ulasan yang ilmiah tetapi disajikan dengan cara yang mudah, membuat mahasiswanya betah bertahan di ruang kuliah.

Menariknya lagi, ia ternyata aktif di berbagai aktifitas kemasyarakatan maupun keilmuan seperti IDI, KADIN, ISEI dan ICMI Toh, ia masih sempat meluangkan waktu membina berbagai yayasan sosial. Entah keajaiban apa yang mampu membuat ia dapat melakukan kesemuannya itu.

Dia tidak hanya sekedar bicara. Kemampuannya menulis sungguh sangat mempesona. Dia mampu bicara lewat tulisan tentang apa saja. Tulisannya tersebar diberbagai media massa dan selalu mendapat tanggapan luas dari masyarakat pembaca. Tentang seni, ekonomi, politik, social budaya bahkan agama, semua dilahapnya. Saya sendiri sampai terheran-heran melihat kemampuannya.

Saya kenal tokoh ini sejak mahasiswa. Dia merupakan kawan dialog yang menyenangkan. Semasa mahasiswa tokoh ini dikenal kritis kontraversional bahkan fenomenal. Lengkapnya kritis dan tajam tetapi, ia mampu mengemukakannya dengan gaya yang memikat.

Meskipun saat ini saya hanya mantan mahasiswa kedokteran yang bekerja serabutan (kadang jadi wartawan, kadang jadi makelar), toh ia tetap menerima saya dengan hangat dan akrab. 

Pintu rumahnya yang mewah, selalu terbuka menerima kedatangan saya dan istrinya selalu menyambut dengan sop buntut istimewa kesukaan saya .

Ngobrol diteras rumahnya membuat perubahan pagi dan petang tidak terasa. Wawasannya sunggu luas. Ia bisa bercerita panjang lebar tentang krisis moneter, inflasi, ekstasi, demokrasi, mobnas, PDI, CSIS, HAM sampai harga sembako yang melangit. Perkembangan music dangdut, sinetron bahkan telenovela pun tak luput dari perhatiannya.

Dokter ini pun sukses dalam membawa diri dalam lingkungan pergaulannya. Dia mudah akrab dengan siapa saja. Pengusaha, biokrat, Ilmuan, rohaniawan, seniman dan budayawan merupakan sahabat kesehariannya.

Pesta terasa sepi tanpa kehadirannya. 

Kepiawiannya bermain piano ditimpali suara baritone yang mengiringi lagu-lagu romantic senantiasa dilagukan menandakan kehadirannya. Sungguh ia mampu mencairkan suasana sebeku apapun juga.

Suatu ketika, saya bernostalgia denga dia dikamar prakter pribadinya . 

Tak lama pintu diketuk lalu muncullah seorang tua berumur enam puluhan, berbaju using, berselempang sarung, bersandal kulit lapuk. Pak tua itu duduk dan terbatuk batuk. 

Dengan mencoba bersikap ramah, teman saya menanyakan sakit yang diderita si orang tua. Setelah usai diperiksa, si orang tua itupun menanyakan " Berapa biayanya? ".
Kawanpun menyebut sejumlah angka. 
Si orang tuapun berkata, “Saya tidak punya uang sebanyak itu, Dok. Saya hanya pesuruh sekolah yang dibayar Rp 75 ribu sebulan. Saat ini saya hanya membawa uang sepuluh ribu rupiah.”

Lalu dikeluarkan uang ratusan dan lima ratusan dari saku bajunya.

Alangkah terkejutnya saya ketika melihat sikap teman yang saya kagumi ini. 

Sambil bersungut ia berkata,” Pak tua, ini klinik spesialis yang ditangani dokter ahli dan berpengalaman. Menjadi dokter tidak mudah dan mahal. Jadi kalau tidak mampu membayar, lebih baik bapak ke Puskesmas saja.” Seraya memasukkan gulungan lusuh uang pak tua kelacinya.

Tiba-tiba kekaguman saya berubah menjadi kekecewaan. 

Saya baru tersadar bahwa selama ini saya diperbodohi oleh seorang AKTOR yang mampu memainkan segala peran untuk menutupi sisi pribadi yang sesungguhnya.

Pribadi asing yang sarat ambisi, kesombongan, keserakahan dan kemunafikan.
Innalillah.
*)Penulis mahasiswa pascasarja Univ.Airlan
ngga



0Comments

Previous Post Next Post