name='rating'/> Jariah yang Tertolak

Aku baru saja mengenalnya. Itu pun belum genap lagi tiga bulan masa dinasku di Pulau Pinang. Hendri M. Chandra, namanya. Asli urang awak: Padang. Tak heran, jika usaha Rumah Makan Padang pun jadi andalannya.  Sudah belasan tahun dia berada di Tanjung Pinang, mengawali dengan hanya bermodal gerobak dorong berisi nasi padang sekedarnya. Dengan tangguh dan uletnya, hingga dia bisa membuat restoran yang cukup representatif. Dua tingkat, setara dua ruko. Di tikungan jalan Bakar Batu. Dan diberi nama "Putri Minang".

" Dulu saya punya banyak cabang pak". Semua yang pernah bekerja disini, biasanya membuka restoran sendiri. Dan nama akhiran " ...minang" adalah tanda bahwa mereka dulu pernah belajar atau  bahkan bekerja sama dengan saya pak". Uda hendri( begitu aku panggil) , menjelaskan dengan fasih. Perjalanannya yang tentunya penuh pahit dan getir.

"Pak Kolonel" atau " Pak dokter", begitu dia biasa memanggilku. Sudah berulang kali aku bilang, agar tidak memanggilku  seperti itu. Karena aku merasa panggilan itu 'tidak menyamankanku'. Tapi, apa boleh buat. Karena  mungkin saja  panggilan itu 'nyaman' untuknya. Suatu bentuk respek dan hormat. Yang harus aku hargai.

Sejujurnya, aku lebih memilih dipanggil 'bang' saja. Itu cukup. Karena dulu hidupku , biasa dijalanan. Sehingga strata tertinggi panggilan diantara preman dan demonstran adalah ' abang'.

Tapi akhirnya, aku berpasrah. Bahkan ada yang  memanggilku " Pak Kol". Kolong apa kolor nih , hahaha. Sudahlah. Terserah saja. Sang Panglima Dian Nusa bahkan memanggilku ' admiral' , yah aku anggap sebagai doa baik. Akhirnya aku berpasrah. Dipanggil Ndan, Bro, Om, Mas, Dok, Pak Kol, Gus, Yai, Haji, aku pasrah. Asal jangan dipanggil " Jasad", karena itu panggilan malaikat munkar nakir  untuk ahli kubur. Aku belum siap dipanggil ke hadiratNya. Serius kalau ini. 

" Pak Dok, saya bersyukur saat ini, sering diajak melakukan jariah oleh bapak. Saya dulu pernah berusaha beramal, tapi tak ditolak pak". Begitu uda hendri

mengawali ceritanya. Terkejut aku mendengar ceritanya. " Jariah yang ditolak?".

" Koq bisa uda? " .itu kalimat yang keluar spontan. " Itulah pak, saya pun heran. Suatu saat, saya ingin memberi seseorang jariah uang yang tidak banyak. Hanya dua puluh ribu saja. Namun setiap saya memberi, ketika saya menengok ke orang itu. Pasti orang itu sudah pergi berlalu. Atau sengaja saya mau bersedekah, ternyata tempat yang akan saya sedekahi pindah. Sampai akhirnya, saya putuskan sedekah ke kotak amal masjid saja, yang tidak mungkin kemana mana. Kalau kotak amal khan pasrah saja ya pak hehehe". Dia bercerita dengan bersemangat meski ada nada getir.

" Namun semua itu, saya jadikan instrospeksi buat diri saya. Mungkin ada rasa sombong di masa itu karena bisa punya uang banyak dengan mudah. Mungkin juga antara rizki yang saya terima , tidak sesuai dengan jariah yang saya harusnya berikan Bahkan mungkin  saya lupa, kalau uang itu saya dapat dari meminjam dengan RIBA".

" Akhirnya ,  saya sulit untuk memberi jariah.  Karena keikhlasan saya belum berkesungguhan. Hati saya belum bersih dan benar. Saya terlalu sibuk mengejar dunia saya, sehingga akhirat saya lupakan."

" Riba dan kesombongan,  menjauhkan kita dari harum surga. Sehingga Jariah kita pun, tertolak oleh alam dan seisinya".

" Saya bersyukur , pak kolonel sudah berusaha mengingatkan dan mencontohkan pada saya. Agar mencari rizki dengan halal. Menjauhkan diri dari riba. Tawaddu dan selalu bersyukur. Sehingga mempermudah jariah saya, diterima oleh siapa saja. Semoga Alloh swt, menerimanya sehingga menjadi penerang di liang kubur saya". 

Aku terpekur dan termangu mendengar ceritanya. Aku teringat pada kisah Tsalabah. Seorang miskin yang mohon didoakan oleh Rasulluloh SAW, agar menjadi kaya. Dengan dugaan, kekayaan akan membuat dia lebih rajin beribadah. Dan manakala keinginannya dikabulkan Rasulluloh SAW, lalu Rasul SAW berdoa pada Alloh SWT, Maka Tsalabah pun menjadi kaya. Kambing dombanya memenuhi seisi lembah. Tapi kemudian,  dia makin sibuk mengurus dunianya. Kesombongan ada di hatinya. Kekikiran merasuki jiwanya. Hingga suatu saat salah seorang utusan Rasulullah SAW  mendatanginya untuk meminta zakat dari Tsa'labah.Dia menolaknya dengan dalih zakat hanyalah pajak belaka.

Utusan Rasulullah itu lalu menyampaikan apa yang dikatakan Tsa'labah hingga membuat Rasulullah saw sedih. Rasul SAW berkata, "Sungguh celaka Tsa'labah. Sungguh celaka ia."

Kejadian inilah yang menjadi sebab turunnya Surah At-Taubah ayat 75-76 yang artinya:

"Dan di antara mereka ada orang yang telah mengizinkan kepada Allah, 'Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan niscaya kami termasuk orang-orang yang saleh.' Ketika Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan berpaling , dan selalu melindungi (kebenaran). " (QS. At-Taubah: 75-76)

Sadar akan perbuatannya yang melebihi batas, Tsa'labah lalu memohon ampun kepada Rasulullah dan bersedia membayar zakat. Akan tetapi, Rasulullah telanjur mendapat perintah dari Allah agar tidak menerima zakat dari Tsa'labah sebagai akibat dari kekikiran dan kecongkakannya.

Naudzubillahi min dzalik.

Terima kasih uda Hendri M. Chandra yang sudah mengingatkan aku agar terus istiqomah berjariah. Dalam keadaan ' berpunya' ataupun ' tiada'. Dan semoga Alloh SWT ridho , sehingga tidak ada jariah kita yang tertolak oleh alam dan seisinya.

Aamiin

Dokter Hisnindarsyah

Bumi penyengat 27.08 2020



2Comments

Post a Comment

Previous Post Next Post