name='rating'/> Jalan Bersahaja Sang Buya Syafii Maarif
Hisnindarsyah 

Saat itu aku masih sangat muda. Kelas 2 SMP di Jakarta. Namun aku sudah senang membaca dan ikut berbagai aktivitas ekstra kulikuler.
Dalam posisi sebagai ketua OSIS, aku sering diundang ikut berbagai kegiatan seminar dan kajian dari berbagai kelompok yang  beragam.

Suatu saat di tahun 1984, aku diminta sekolah, menghadiri kegiatan memperingati hari  besar, yang aku lupa tentang apa, di Masjid Al Azhar. Dari sekolahku di Mayestik, aku langsung naik bus ke Blok M, dan berjalan kaki di tengah terik matahari, menuju Masjid Al Azhar.

Saat ini masih hangat hangatnya isu penolakan Azas Tunggal Pancasila,  keinginan memberlakukan lagi  syariat Islam yang dihapus di pembukaan UUD 45, serta tematik yang terkait SARA. 
Jakarta memang sedang sangat 'Panas' masa itu.

Diskusi dan kajian pun berlangsung. 
Dengan beberapa pembicara "keras"  di masa itu. Sebagian besar adalah aktivis HMI dan senior HMI. Dan berlatar belakang Muhammadiyah. 
Seperti Tonie Ardi mantan ketua HMI Jakarta, Bang Hariman Siregar,  AM Fatwa dan beberapa pembicara lainnya.
Termasuk seorang pemikir yang baru selesai S3 dari Ohio State University, Dr. Ahmad Syafii Maarif.

Dan beliau ini sangat berbeda.
Pemikiran beliau samgat bertentangan dengan para narasumber lainnya. Aku yang masih  muda mencoba meraba dalam gulita,mengapa perdebatan itu begitu sengit? 

Ternyata beliau membawa pemikiran pembaharuan Islam. Sepemikiran dengan DR Nurcholis Majid dan Dr Amin Rais. 
Dikenal dengan Islam Liberal (neomodernisme). Beliau juga satu satunya orang yang berkokoh untuk  menolak kembalinya " kalimat syariat" Piagam Jakarta ke dalam konstitusi  UUD 1945. 
Pemikiran sekuler, liberal dan pluralisme yang dibawa  beliau, sangat ' tidak stylish' dan dianggap " tidak membumi".Karena sangat bertentangan dengan pemikiran banyak orang terutama di kalangan Muhammadiyah pada masa itu.

Dan aku pun salah satu orang yang menolak pemikiran beliau. Aku terseret arus kala itu , ketika menyaksikan realita betapa tekanan begitu kuat dilakukan pemerintah ORBA pada umat Islam. 
Aku sering membaca buku buku terbitan LP3ES dan Majalah Prisma. Menjadi anggota HIMAPBU( Himpunan Mahasiswa Pelajar Pengemar Buku), yang menerbitkan  majalah " Optimis". Sehingga aku terbiasa berpikir terbuka untuk hal hal baru.  Namun tidak untuk pemikiran Pak Ahmad Syafii.

Aku adalah pengagum M. Natsir, Moh Roem, BUYA HAMKA yang sangat Islami. Aku tidak menyukai pemikiran neomodernisme beliau, yang lebih berkiblat pada Fazlurahman. Sehingga aku menolak kata , Islam Yes, Partai Islam No. 
Sangat berbeda dengan pandangan beliau yang lebih " Bebas" dan " Membebaskan" pemeluk agama dalam bersyariat. Tidak mengukung pada dogma. Tidak menyalahkan apalagi mengkafir kafirkan orang Islam yang berbeda aliran atau paham. 

Dan pandanganku pada ' Pak Ahmad Syafii'( begitu beliau biasa dipanggil) dan "Genk westernnya", 
aku gumamkan dalam hati: 
 " Belajar Islam bukannya di Saudi atau Mesir. Ini koq malah di Amerika, di Barat, jadi ya begini ini, terbawa arus westernisasi,akhirnya malah merusak Islam di negeri sendiri" Astagfirullohaladzhim. Sungguh menyesal diriku jika ingat sikapku saat itu. Aku pernah Suul adab pada beliau 😪

Penilaianku ini  berlaku pula  pada Dr Nurcholis Madjid, Dr Amien Rais dan Gus Dur ( Al Fatihah).

Seiring  perjalanan waktu, aku baru paham.
Bahwa keinginan beliau sesungguhnya adalah membangun peradaban baru Islam Indonesia Yang Berkemajuan.
Tidak terpecahbelah, saling menghormati keberagaman, saling menghormati Hak Hidup manusia dan Kemanusiaan, saling bertoleransi antara satu dengan yang lain. Serta mengingatkan akan bahayanya adu domba , politik devide et impera, yang tak pernah lelah berusaha di Bumi Nusantara.

Kata kata beliau yang aku 'tidak sukai'  pada diskusi tahun 1984 adalah " Umat Islam bisa saja dianiaya, dizholimi. Tapi untuk berperang, berjihad itu tidak sembarangan. Rasululloh SAW untuk berjihad pun, menunggu wahyu. Beliau mengikuti perintah Hijrah dan menuggu perintah Alloh selanjutnya. Ini negara Pancasila. Jika anda menolak Pancasila dan mau mengikuti Rasul, ya hijrah. Jangan berperang, jangan bermusuhan. Jangan bikin kerusakan di kampung halaman.  Karena kita adalah sesama bangsa yang harus cinta pada negeri ini. Sebagai wujud cinta pada Alloh. Hubbul Wathon minal Iman".

Sungguh dulu saat belia,  aku tidak suka.
Tapi seiring perjalanan waktu, aku jatuh cinta.

Buya maafkan anak anakmu yang dulu pernah tidak menyukaimu. Pernah mencercamu. Pernah 'suul' adab pada dirimu. 
Insya Alloh kami akan menjadikanmu sebagai panutan kebersahajaan, ketawadu'an, kasih sayang dan kecintaan pada negeri ini. 
Dan saat ini, kamilah yang akan menjadi garda terdepan untuk menjaga keutuhan bangsa ini. Sebagai wujud kecintaan kami pada Islam dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Terimakasih telah membawakan pandangan Islam Berkemajuan( yang aku tambahkan kata:  dengan iman) sebagai pondasi untuk berukhuwah islamiyah, ukhuwah wathoniyah,  ukhuwah bashariyah. 

KAGEM GURU BANGSA  ISLAM BERKEMAJUAN  DENGAN IMAN 
BUYA SYAFII MAA'RIF
( Prof. Dr. KH. Ahmad Syafii Maarif) 
AL FATIHAH.

Sungguh kami kehilangan teladan toleransi keberagaman dan pencinta kebangsaan 😪😪😪🤲🤲🙏🙏

Surabaya 27.05.2022
DokterGeJe Hisnindarsyah



0Comments

Previous Post Next Post